Sejarah pahit penjajahan dinegeri ini membawa dampak buruk bagi mentalitas dan karakteristik rakyatnya. Sehingga, karakteristik pemimpin yang begitu lembek dan cenderung selalu bersikap lemah terhadap pihak asing dan pemilik modal merupakan faktor utama penyebab kesengsaraan buruh. Hal tersebut dijelaskan oleh Matin Halim (Kader PMII KOMFISIP), pada Kamis (02/05/2013) malam.
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk kesejahteraan rakyat. Namun, realita yang terjadi ditengah masyarakat adalah krisis multidimensial, ketahanan pangan yang lemah, dan hukum yang semrawut. Masalah ekonomi di negeri ini semakin kompleks. Kesenjangan sosial di masyarakat semakin terlihat tajam.
Itulah yang diperjuangkan para buruh di Indonesia. Pasca berakhirnya masa kejayaan minyak, pemerintah mengejar pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi orientasi ekspor. Promosi murahnya upah buruh, kestabilan politik, dan melimpahnya smuber daya alam, telah menarik investor asing. Akibatnya, Indonesia harus membayar mahal, dengan kerusakan tatanan sosial, eksploitasi manusia dan sumber daya alam, serta perusakan lingkungan karena penanaman modal asing.
“Industi yang sangat eksploitatif menimbulkan keadaan yang disebut Karl Marx sebagai obyektivikasi (vergebrtandlichung), yakni buruh hanya dijadikan sebagai obyek satuan modal di mata kapitalis, bukan sebagai subyek atau pencipta barang,” terang matin.
Hasil dari pembangunan ekonomi kapitalistik membuahkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun menghasilkan kesenjangan sosial yang tajam karena hanya dinikmati oleh segelintir masyarakat saja. Sistem ekonomi seperti ini, karena masih dominannya pihak asing (kreditor) dalam menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi di negeri ini.
Praktik ekonomi yang eksploitatif tersebut, disebabkan oleh moralitas ekonomi tidak dijadikan landasan dalam hubungan dan proses ekonomi. Menurut Matin, solusi dari permasalahan di atas adalah harus ada renegosiasi kontrak-kontrak karya serta sistem bagi hasil dalam industri ekstraksi sumber daya alam, serta pemberian jaminan terhadap hak buruh. Selain itu, ia pun menawarkan pilihan kemungkinan nasionalisasi perusahaan asing yang patut untuk dipertimbangkan sebagai jalan keluar yang rasional.
“Oleh karena itu, kita patut turut memperjuangkan hak-hak buruh. Karena, hal itu tidak hanya bermanfaat bagi buruh saat ini saja, tapi akan jauh lebih bermanfaat bagi para buruh di masa berikutnya,” demikian ungkap Matin. (HANIFA)
No comments:
Post a Comment